Sabtu, 05 November 2011

Puisi : kegagalan berubah iman

Tuhan…
dia terlalu indah tuk dilupakan…
terlalu sedih jika dikenang…
betapa hatiku bersedih…
mengenang semua yang berasal darinya…

Tuhan…
masih membekas bayangan akan dirinya…
yang telah mengisi relung hatiku…
disetiap sapaannya… serta disetiap kata-katanya…
mengandung keceriaannya…

Tuhan…
hamba memang lemah…
tapi mengapa dia memberikanku harapan?
seraya harapannya aku pun langsung melayang…
langksana burung yang bebas kemana-mana…

Tuhan…
kini ku telah jatuh dari langit dan hancur berkeping-keping…
tertembak oleh peluru yang tepat pada bagian sayapku…
sekarang aku pun tau… harapan itu palsu…
sayapku pun sudah rapuh dan tak bisa terbang kembali…

Tuhan…
andaikan hamba boleh memilih…
hamba kan memilih menjadi bagian dari lautan-Mu…
karena sekalinya ternodai…
ia kan cepat kembali bersih dan tertata seperti semula…

Tuhan…
apabila ini sudah menjadi takdir hamba…
hamba harap agar Engkau membimbingku pada jalan yang benar…
jangan Kau sesatkan hamba karena kegagalan seperti ini…
hamba yakin dengan kegagalan ini… agar hamba menjadi lebih beriman pada-Mu…

sunan kali jaga part 2

sunan kali jaga part 1

Cara sembelih kambing

Tata Cara Shalat Wajib

Lima Pesanan Allah

"Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang masyhur. Suatu ketika dia pernah berkata, ayahku menceritakan bahawa antara Nabi-nabi yang bukan Rasul ada menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara. Maka salah seorang Nabi yang menerima wahyu melalui mimpi itu, pada suatu malam bermimpi diperintahkan yang berbunyi, "Esok engkau dikehendaki keluar dari rumah pada waktu pagi menghala ke barat. Engkau dikehendaki berbuat, pertama; apa yang engkau lihat (hadapi) maka makanlah, kedua; engkau sembunyikan, ketiga; engkau terimalah, keempat; jangan engkau putuskan harapan, yang kelima; larilah engkau daripadanya."

Pada keesokan harinya, Nabi itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan perkara pertama yang aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan." Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar sebuku roti. Maka Nabi itu pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Bila ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.

Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu terkeluar semula. Nabi itu pun menanamkannya semula sehingga tiga kali berturut-turut. Maka berkatalah Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintahmu." Lalu dia pun meneruskan perjalanannya tanpa disadari oleh Nabi itu yang mangkuk emas itu terkeluar semula dari tempat ia ditanam.

Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia ternampak seekor burung helang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku." Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa simpati lalu dia pun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Melihatkan keadaan itu, lantas burung helang itu pun datang menghampiri Nabi itu sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."

Nabi itu teringatkan pesanan arahan dalam mimpinya yang keempat, iaitu tidak boleh putuskan harapan. Dia menjadi kebingungan untuk menyelesaikan perkara itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pehanya dan diberikan kepada helang itu. Setelah mendapat daging itu, helang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya. Selepas kejadian itu, Nabi meneruskan perjalannya.

Tidak lama kemudian dia bertemu dengan satu bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ kerana tidak tahan menghidu bau yang menyakitkan hidungnya. Setelah menemui kelima-lima peristiwa itu, maka kembalilah Nabi ke rumahnya. Pada malam itu, Nabi pun berdoa. Dalam doanya dia berkata, "Ya Allah, aku telah pun melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang diberitahu di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku erti semuanya ini."

Dalam mimpi beliau telah diberitahu oleh Allah S.W.T. bahwa, "Yang pertama engkau makan itu ialah marah. Pada mulanya nampak besar seperti bukit tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta menahannya, maka marah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu.
Kedua; semua amal kebaikan (budi), walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan nampak jua. Ketiga; jika sudah menerima amanah seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya. Keempat; jika orang meminta kepadamu, maka usahakanlah untuknya demi membantu kepadanya meskipun kau sendiri berhajat. Kelima; bau yang busuk itu ialah ghibah (menceritakan hal seseorang). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah."

Kelima-lima kisah ini hendaklah kita semaikan dalam diri kita, sebab kelima-lima perkara ini sentiasa saja berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Perkara yang tidak dapat kita elakkan setiap hari ialah mengata hal orang, memang menjadi tabiat seseorang itu suka mengata hal orang lain. Haruslah kita ingat bahwa kata-mengata hal seseorang itu akan menghilangkan pahala kita, sebab ada sebuah hadis mengatakan di akhirat nanti ada seorang hamba Allah akan terkejut melihat pahala yang tidak pernah dikerjakannya. Lalu dia bertanya, "Wahai Allah, sesungguhnya pahala yang Kamu berikan ini tidak pernah aku kerjakan di dunia dulu." Maka berkata Allah S.W.T., "Ini adalah pahala orang yang mengata-ngata tentang dirimu." Dengan ini haruslah kita sedar bahwa walaupun apa yang kita kata itu memang benar, tetapi kata-mengata itu akan merugikan diri kita sendiri. Oleh kerana itu, hendaklah kita jangan mengata hal orang walaupun ia benar." 

Waktu Berqurban

  • Awal waktu
Waktu untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu' yaitu setelah salat Id langsung dan tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan salat Id, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya .
Dalilnya adalah hadits-hadits berikut: a. Hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى “Barangsiapa yang salat seperti salat kami dan menyembelih hewan kurban seperti kami, maka telah benar kurbannya. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum salat maka hendaklah dia menggantinya dengan yang lain.” (HR. Al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no. 1553) Hadits senada juga datang dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552).
b. Hadits Al-Bara` riwayat Al-Bukhari (no. 5556) dan yang lainnya tentang kisah Abu Burdah radhiyallahu ‘anhu yang menyembelih sebelum salat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ “Kambingmu adalah kambing untuk (diambil) dagingnya saja.” Dalam lafadz lain (no. 5560) disebutkan: وَمَنْ نَحَرَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ يُقَدِّمُهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ شَيْءٌ “Barangsiapa yang menyembelih (sebelum salat), maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.”
  • Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Al-Hasan Al-Bashri imam penduduk Bashrah, ‘Atha` bin Abi Rabah imam penduduk Makkah, Al-Auza’i imam penduduk Syam, Asy-Syafi’i imam fuqaha ahli hadits rahimahumullah. Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412). Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut adalah hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari tersebut adalah hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan puasa padanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ تَعَالَى “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.” Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: كَانَ الْمُسْلِمُوْنَ يَشْرِي أَحَدُهُمُ اْلأُضْحِيَّةَ فَيُسَمِّنُهَا فَيَذْبَحُهَا بَعْدَ اْلأضْحَى آخِرَ ذِي الْحِجَّةِ “Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan kurban lalu dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Baihaqi, 9/298) Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengingkari hadits ini dan berkata: “Hadits ini aneh.” Demikian yang dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.
  • Menyembelih di waktu siang atau malam?
Tidak ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih kkurban di waktu pagi, siang, atau sore, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَاتٍ “Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban di malam hari. Yang rajih adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no. fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi keafdhalannya, seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar, atau tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa. Adapun ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan tidak menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdhalan saja. Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafadz: نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الذَبْحِ بِاللَّيْلِ “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyembelih di malam hari.” Al-Haitsami rahimahullahu dalam Al-Majma’ (4/23) menyatakan: “Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia matruk.” Sehingga hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali). Wallahu a’lam. (lihat Asy-Syarhul Kabir, 5/194)

Empat Pelajaran dari Kisah Nabi Ibrahim AS & keluarganya

الله أكبر الله أكبر الله أكبر 3X
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
dakwatuna.com - Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita sangat banyak sehingga kita sendiri tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat itu. Karenanya dalam konteks nikmat, Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk menghitung tapi mensyukurinya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1432 H seluruh umat Islam di seantero dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya qurban. Sehari sebelumnya, 9 Dzulhijah 1432 H, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai ihram putih sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada keistimewaan  antar satu bangsa dengan bangsa yang lainnya kecuali takwa kepada Allah.      Dan Hari ini juga kita kembali di  ingatkan kepada kisah seorang kholilulloh kekasih Allah SWT,  nabi Ibrahim as yang Allah uji kecintaannya, antara cintanya kepada keluarga ( nabi Ismail as dan Siti hajar )  dan cintanya kepada Allah. Alhamdulillah cintanya kepada Allah melebihi dari segalanya, hal ini membuat kita bahkan nabi Muhammad SAW harus mengambil pelajaran darinya.
Allah berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sesungguhnya telah ada contoh teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.”    (QS. Al Mumtahanah: 4)
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Minimal ada Empat pelajaran yang terdapat dari kisah nabi Ibrahim as dan keluarganya:
Pesan Pertama: Berbaik sangka kepada Allah SWT
Di dalam kitab;  Anbiyaa Allah ( Nabi – Nabi Allah) di karang oleh Ahmad Bahjat beliau menjelaskan.
Pada suatu hari, Ibrahim as terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba dia memerintahkan kepada istrinya, Siti Hajar, untuk mempersiapkan perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk melakukan perjalanan yang panjang. Pada saat itu nabi Ismail masih bayi dan belum disapih.
Ibrahim as melangkahkan kaki menyusuri bumi yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba di padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan, kemudian masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim  menuju ke sebuah lembah yang tidak di tumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan, tidak ada minuman, tempat itu menunjukkan tidak ada kehidupan di dalamnya.
Di tempat itu beliau turun dari punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya. Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau melangkah meninggalkan tempat itu.
Tentu saja Siti hajar terperangah diperlakukan demikian, dia membuntuti suaminya dari belakang sambil bertanya“Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?
Ibrahim as tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim as tetap membisu. Akhirnya Siti hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab, “benar“.  Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata,” kami tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama kami. Dia-lah yang telah memerintahkan engkau pergi. Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan mereka.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Lihatlah, bagaimana nabi Ibrahim dan Siti hajar, mampu berbaik sangka kepada Allah SWT mereka meyakini bahwa selagi mereka bersama Allah, maka tidak akan ada yang menyengsarakannya, tidak akan ada yang dapat mencelakainya, tidak akan ada yang dapat melukainya.
Bila kita lihat banyaknya manusia yang  frustasi dalam kehidupan ini atau banyaknya manusia sengsara bukan karena sedikitnya nikmat yang Allah berikan kepada mereka akan tetapi karena sedikitnya husnu dzon (berbaik sangka) kepada kebaikan Allah, Padahal nikmat yang Allah berikan lebih banyak dari pada siksanya. Oleh karena itu kita harus berbaik sangka kepada Allah karena Allah menjelaskan dalam hadits qudsi bahwa Dia sesuai prasangka hambanya;
Dari Abu Hurairah RA berkata, bersabda Rasulullah saw.: Allah berfirman:“Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Manusia wajib berbaik sangka kepada Allah apa pun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai persangkaannya. Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan memberikan keputusan yang baik untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka, maka berarti ia telah menghendaki keputusan yang buruk dari Allah untuknya. Allah tidak akan menyia-nyiakan harapan hambanya yang berbaik sangka kepada-Nya.
Seorang hamba yang bijak adalah mereka yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah dalam setiap keadaan. Jika ia diberi kenikmatan, ia merasa bahwa hal ini adalah karunia dari Allah. Ia tidak merasa dimuliakan dengan kenikmatan duniawi tersebut. Jika ia diuji dengan penderitaan atau kekurangan, ia merasa bahwa Allah sedang  mengujinya agar ia dapat meraih tempat yang mulia. Ia tidak berburuk sangka dengan menganggap Allah tidak adil atau Allah telah menghinakannya.
Kita harus belajar kepada Siti hajar walaupun dia seorang wanita yang baru mempunyai anak bayi, kemudian di tinggalkan suaminya di padang pasir yang gersang, tetapi dia yakin jika ini adalah perintah Allah maka Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah pasti akan membantunya, kisah ini bukan hanya untuk Siti hajar saja, kisah ini bukan untuk zaman itu saja, akan tetapi kisah ini akan terus berulang pada setiap zaman bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang senantiasa berbaik sangka kepada-Nya dalam segala hal.
Pelajaran kedua: Mencari rezeki yang halal
Setelah Ibrahim as meninggalkan istri dan anaknya untuk kembali meneruskan perjuangannya berdakwah kepada Allah. Siti hajar menyusui Ismail sementara dia sendiri mulai merasa kehausan. Panas matahari saat itu menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan tenggorokan. Setelah dua hari, air yang di bawah habis, air susunya pun kering. Siti hajar dan Ismail mulai kehausan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun habis, kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti hajar.
Ismail mulai menangis karena kehausan. Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian untuk mencari air. Dengan berlari – lari kecil dia sampai di kaki bukit Shafa. Kemudian dia naik ke atas bukit itu. Di taruhnya kedua telapak tangannya di kening untuk melindungi pandangan matanya dari sinar matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari, mencari sumur, manusia, kafilah atau berita. Namun tidak ada sesuatu pun yang tertangkap pandangan matanya. Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan berlari – lari kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu, barangkali dari sana dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang pun.
Hajar turun dari bukit Marwa untuk menengok bayinya. Dia mendapati Ismail terus menangis . tampaknya sang bayi benar-benar kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia kembali ke bukit Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan naik ke atasnya, Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa, sebanyak tujuh kali.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Ada rahasia yang jarang di kupas dari kejadian ini..
Yaitu kesungguhan Siti hajar dalam mencari air di keluarkan segala tenaganya bolak balik dari Shafa dan Marwa, walaupun bolak balik dari Shafa dan Marwa belum mendapatkan air dia terus berusaha. Walaupun akhirnya air itu ada di dekat anaknya sendiri. Ini memberikan pelajaran kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki dengan mengeluarkan segala kemampuan yang kita miliki karena Kita di perintahkan bukan Cuma melihat hasil tapi juga usaha dan tenaga yang kita keluarkan, Rasulullah SAW sangat mencintai orang-orang yang bekerja keras.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasulullah melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitaman seperti lama terpanggang matahari.
Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu ?’
Sa’ad menjawab, ‘ Wahai Rasulullah, tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku,’
Seketika itu, Rasulullah mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata,’Inilah tangan yang tidak pernah tersentuh api neraka,’
Hikmah dari kisah ini yaitu terdapat tanggung jawab seorang Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari dalam menafkahi anak dan istrinya melalui rizki yang halal. Tangan yang semata-mata berada di jalan Allah SWT dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan Amanah.
‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin yang giat bekerja.’(HR. Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda,“Tidaklah sekali-kali seseorang itu makan makanan lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil jerih payahnya sendiri. Dan Nabi Daud AS itu makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari).
Bahkan Allah SWT berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴿١٠﴾
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumuah: 10)
ayat ini memotivasi kita untuk bekerja keras, setelah melaksanakan shalat karena dengan bekerja kita akan mendapatkan rezeki yang halal.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
berhati-hatilah terhadap barang haram yang masuk ke tubuh kita, karena tidaklah tubuh yang di dalamnya ada barang haram kecuali neraka adalah lebih berhak untuk menjadi tempat kembalinya.
Rasulullah SAW: Wahai Sa’ad, murnikanlah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul doanya. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya. Sesungguhnya seorang hamba melontarkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama empat puluh hari. Siapapun yang dagingnya tumbuh dari yang haram maka api neraka lebih layak membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga ketika tubuh termasuki dengan barang haram maka selama 40 hari amal ibadahnya tidak di terima Allah akan tetapi dosa – dosa yang diperbuatnya di catat oleh malaikat.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Pelajaran yang ke tiga: Berkorban untuk Allah SWT
Ketika Ismail bertambah besar, hati Ibrahim as tertambat kuat kepada putranya. Tidak mengherankan karena Ismail hadir di kala usia Nabi Ibrahim sudah tua. Itulah sebabnya beliau sangat mencintainya. Namun Allah hendak menguji kecintaan Ibrahim as dengan ujian yang besar disebabkan cintanya itu.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴿١٠٢﴾
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.  (QS. Ash Shaaffat: 102 )
Renungkanlah bentuk ujian yang telah Allah berikan kepada beliau. Bagaimana kira-kira perasaan Ibrahim as pada saat itu? Pergulatan seperti apa yang berkecamuk di dalam batinnya? Salah besar jika ada yang mengira bahwa tidak ada pergulatan pada diri Ibrahim as. Tidak mungkin ujian sebesar ini terbebas dari pergulatan batin. Ibrahim berpikir,” mengapa? Ibrahim membuang jauh-jauh pikiran itu. Bukan Ibrahim namanya jikalau beliau mempertanyakan kepada Allah“mengapa” atau“karena apa“karena orang yang mencintai tidak akan bertanya mengapa? Ibrahim hanya berpikir tentang putranya, apa yang harus beliau katakana kepada anak itu, saat beliau hendak membaringkannya di atas tanah untuk disembelih?
Ibrahim mengambil jalan yang paling baik, yaitu berkata yang jujur dan lemah lembut kepada putranya, ketimbang menyembelihnya secara paksa.
Lihatlah kepasrahan dan pengorbanan Ismail dan ayahnya Ibrahim mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta Allah. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Walaupun yang di korbankan adalah diri Ismail.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Sadarkah kita, bahwa saat ini kita sedang di ajari oleh seorang anak dan ayahnya tentang makna pengorbanan kepada Allah dalam segala hal di kehidupan ini,
Kata kurban dalam bahasa Arab berarti mendekatkan diri. Dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar (108): 2,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah“
Akan tetapi, pengertian korban bukan sekadar menyembelih binatang korban dan dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Akan tetapi, secara filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih luas.
Dalam konteks sejarah, dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna pengorbanan amat luas dan mendalam. Sejarah para nabi, misalnya Nabi Muhammad dan para sahabat yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu ternyata harus dibayar dengan pengorbanan yang teramat berat yang diderita oleh Umat Islam di Mekah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas, dan sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy.   Rasulullah pernah ditimpuki dengan batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh Ibnu Muith, ketika leher beliau dicekik dengan usus onta, Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti Bilal ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan terik matahari siang, Yasir dibantai, dan seorang  ibu yang bernama Sumayyah, ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu, umat Islam di Mekah ketika itu juga diboikot untuk tidak mengadakan transaksi dagang. Akibatnya, bagaimana lapar dan menderitanya keluarga Rasulullah SAW. saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy,   hingga beliau sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-kulit sepatu bekas.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pelajaran keempat adalah Mendidik Keluarga
Nabi Ismail tidak akan menjadi anak yang penyabar jika tidak mendapat pendidikan dari ibunya dan Siti hajar tidak akan menjadi seorang yang penyabar jika tidak di didik oleh nabi Ibrahim as. Dan nabi Ibrahim as tidak akan dapat sabar jika tidak didikan dari Allah SWT melalui wahyuNya.
Seorang anak dalam perkembangannya membutuhkan proses yang panjang, maka peran orang tua dalam membentuk perilaku yang berakhlaq mulia sangat dibutuhkan, perhatian sempurna kepada anak semenjak dari masa mengandung, melahirkan hingga sampai masa Kewajiban ini diberikan di pundak orang tua oleh agama dan hukum masyarakat. Karena seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak dianggap orang yang mengkhianati amanah Allah. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa Allah Swt. Pada hari kiamat nanti akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang perlakuan mereka kepada anaknya.

Awal Kiblat ke Arah Ka’bah


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يُوَجَّهَ إِلَى الْكَعْبَةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ { قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ }
(صحيح البخاري)
“Dan bahwasanya Rasulullah SAW shalat menghadap Baitul Maqdis, selama 16 atau 17 bulan (sebagian pendapat mengatakan yang dimaksud 16,5 bulan di Madinah), dan Rasulullah SAW menginginkan shalat menghadap Ka’bah, maka Allah turunkan: KAMI (Aku) TELAH MELIHAT PANDANGANMU (wahai Muhammad SAW) SELALU MENANTI KABAR DARI LANGIT (wahyu). (dst hingga akhir ayat). QS Albaqarah 144) (Shahih Bukhari)

Image Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha mengundang kita kepada keluhuran sepanjang waktu dan saat untuk terus semakin dekat kepada kasih sayang-Nya. Cahaya kerinduan Yang Maha Abadi menanti hamba-hamba yang merindukan-Nya. Cahaya kerinduan Yang Maha Luhur menanti jiwa yang berpijar dengan cinta kepada-Nya. Cahaya kerinduan Yang Maha Indah menanti air mata doa-doa hamba-Nya, semoga aku dan kalian diterangi dengan cahaya kerinduan Allah subhanahu wata’ala, sanubari kita, pemikiran kita, hari-hari kita, seluruh jasad kita, semua panca indera kita dan seluruh kehidupan dan kematian kita berada di dalam cahaya kerinduan Allah subhaanahu wata’ala. Cahaya kerinduan Allah berpijar pada hati semua hamba dengan munculnya Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagai simbol cahaya kerinduan Ilahi, sebagai simbol cahaya yang sangat dicintai oleh hamba, yang dengan mencintai beliau maka sempurnalah iman para hamba Allah, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :
 لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Belum sempurna iman salah seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya dari ayah ibunya, anaknya, dan seluruh manusia” 
Dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“ Belum sempurna iman salah seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya dari dirinya sendiri, keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia ” 
Maka dengan mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dari kecintaan kepada seluruh makhluk maka jadilah kecintaan kita kepada keluarga, ayah dan bunda, kepada harta dan semua yang kita miliki, kesemuanya berada dalam naungan keridhaan Allah subhanahu wata’ala sehingga tidak melampaui batas dan dijaga oleh Allah, karena telah dinaungi dengan cinta Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ayah bundanya dinaungi oleh cinta sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, anak-anak dan semua keluarganya dinaungi dengan cinta sayyidina Muhammad, dan hartanya pun dinaungi oleh cinta sayyidina Muhammad.
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
( البقرة : 144 )
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” ( QS: Al Baqarah : 144 )
Ayat ini turun di bulan Sya’ban Al Mubaarak, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah menginginkan kiblat untuk diarahkan ke Ka’bah tapi beliau selama di Madinah tetap mengarahkan kiblat ke Baitul Maqdis, maka ketika itu turunlah ayat tersebut.
Allah berfirman :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”
Kalimat “Kami” bermakna “Aku”, namun kalimat “kami” bermakna untuk memuliakan, sebagaimana dijelaskan oleh para ahli bahasa bahwa tidak ada satu pun kalimat subjek dari semua bahasa yang pantas untuk Allah subhanahu wata’ala, oleh sebab itu di dalam Al Qur’an terkadang Allah subhanahu wata’ala mengatakan dengan kalimat أنا ( Aku ), terkadang juga mengatakan dengan kalimat نحن ( Kami ), dan terkadang mengatakan dengan kalimat هو (Dia) untuk Dzat-Nya, karena tidak ada ada satu pun kalimat yang layak untuk Dzat Allah subhanahu wata’ala, karena Allah tidak bisa disamakan dengan makhluk. Jika seandainya Allah hanya memakai dhamir (kata ganti) أنا (Aku) untuk Dzat-Nya maka manusia tidak boleh menggunakan kalimat أنا (aku) karena telah digunakan tunggal untuk Allah subhanahu wata’ala maka manusia tidak boleh menyamai Allah. Dan jika Allah hanya menggunakan kalimat نحن (kami) saja untuk dzat-Nya maka kalimat itu tidak boleh juga dipakai oleh manusia, dan jika Allah subhanahu wata’ala hanya menggunakan kalimat هو (dia) saja untuk menyebutkan dzat-Nya maka manusia tidak boleh menggunakan kalimat itu, oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menggunakan ketiga kata ganti tersebut, sesekali Allah menggunakan kalimat أنا , sebagaimana firman-Nya:
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا
“ Tiada Tuhan selain Aku ”
Dan terkadang Allah subhanahu wata’ala menggunakan kalimat نحن (Kami), sebagaimana firman-Nya:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”
Allah mengetahui jwa sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menginginkan kiblat diarahkan ke Ka’bah, maka Allah subhanahu wata’ala menjawabnya :
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
“maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai”.
Allah memberi kebebasan kepada nabi Muhammad untuk memilih kiblat untuk ummatnya, baik itu ke Bait Al Maqdis atau ke Ka’bah, maka nabi Muhammad menghadap dan memilih kiblat ke Ka’bah. Meskipun sebenarnya Allah telah mengetahui bahwa kiblat itu akan diarahkan ke Ka’bah, namun demikian Allah subhanahu wata’ala ingin menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya bahwa betapa cintanya Allah subhanahu wata’ala kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai-sampai arah kiblat pun Allah tawarkan kepada nabi Muhammad untuk memilih kiblat yang diridhai dan Allah merestui kiblat yang dipilih oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam .
Kalimat pengagungan dari Allah subhanahu wata’ala kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dimunculkan dalam Al qur’anul Karim adalah sebagai tanda bahwa Allah subhanahu wata’ala sangat mencintai dan memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ciptaan Allah, namun Allah menginginkan hamba-hamba-Nya mencintai dan memuliakan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam , sebagaimana Allah memerintahkan malaikat dan iblis untuk bersujud kepada nabi Adam As, maka bukan berarti nabi Adam As adalah tuhan kedua yang harus di sujudi, namun perintah Allah dengan bersujudnya malaikat kepada nabi Adam AS di saat itu adalah ibadah malaikat adalah merupakan ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan bukan ibadah kepada nabi Adam As, akan tetapi hal itu ditolak oleh Iblis.
Maka mereka yang menolak untuk memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berhati-hatilah karena bisa wafat dalam keadaan su’ul khatimah, semoga mereka yang belum memahaminya dilimpahi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala. Ayat ini turun di bulan Sya’ban Al Mukarram, dan banyak lagi kejadian-kejadian agung yang terjadi di bulan Sya’ban, firman Allah subhanahu wata’ala :
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
( القمر : 1 )
“Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan “. ( QS: Al Qamar : 1 )
Dan kejadian yang disebutkan dalam ayat itu pun terjadi pada bulan Sya’ban. Di saat nabi belum hijrah dan ketika beliau memanggil bulan maka bulan itu pun datang, semakin dekat dan semakin besar dan membesar, hingga nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan isyarat dengan telunjuknya agar bulan tetap pada tempatnya kemudian terbelah, maka bulan itu pun terbelah menjadi 2, yang satu sisi berada di atas gunung dan satu sisi lainnya berada di atas gunung yang lain, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan bulan itu untuk menyatu dan kembali kepada tempatnya, bulan pun menuruti perintah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang akhirnya menyatu dan kembali kepada tempatnya. Ketika bulan itu terbelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “saksikanlah, saksikanlah”. Namun kuffar quraisy berkata bahwa hal itu adalah perbuatan sihir sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika kafilah-kafilah datang dari tempat-tempat lainnya seperti Persia dan lainnya, setelah ditanya apakah pada suatu malam tertentu bagaimana mereka melihat bulan, maka mereka menjawab bahwa mereka menyaksikan bulan purnama di saat itu terbelah menjadi dua dan mendekat seakan-akan di atas bumi Makkah, mereka yang perjalanannya menempuh 3 bulan lamanya pun melihat di waktu itu bulan terbelah, karena perintah Allah subhanahu wata’ala kepada bulan untuk patuh pada perintah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kejadian itu pun terjadi di bulan Sya’ban. Adapun kejadian lain yang terjadi di bulan Sya’ban adalah adanya rahasia kemuliaan malam Nisfu Sya’ban, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
حم ، وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ ، إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ ، فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
( الدخان : 1-4 )
“Haa miim, demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”. ( QS: Ad Dukhaan: 1-4 )
Dimana Allah subhanahu wata’ala ingin memisahkan ketentuan-ketentuan manusia sepanjang tahun berikutnya, hal itu terjadi di malam Nisfu Sya’ban sebagaimana pendapat sebagian ulama’ yang mengatakan demikian dan sebagian yang lain mengatakan bahwa hal itu terjadi di malam Lailatul Qadr. Dan para Imam salafusshalih mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan manusia itu ditentukan pada malam Nisfu Sya’ban, dan InsyaAllah malam Nisfu Sya’ban yang akan datang tanggal 16 Juli 2011 kita akan mengadakan acara akbar di Monas,,dengan membaca surah Yasin 3x dan dzikir يا الله 1000x seperti yang telah dilakukan oleh para imam kita, dan InsyaAllah akan disertai streaming sambutan guru mulia kita Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh . Dan semoga acara itu sukses, amin.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Dan di bulan Sya’ban juga merupakan bulan dimana telah diturunkan ayat diwajibkannya puasa , sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
( البقرة : 183 )
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. ( QS: Al Baqarah : 183 )
Adapun umat-umat sebelumnya tidaklah berpuasa di bulan Ramadhan, banyak pendapat yang mengatakan bahwa puasa mereka hanya beberapa hari saja dalam setahun, adapula pendapat yang shahih mengatakan bahwa orang-orang Yahudi berpuasa di hari ‘Asyuraa (10 Muharram) namun puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan khusus hanya untuk ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan bulan Ramadhan itu digelari juga dengan bulan seribu sujud, karena mereka yang melakukan shalat tarawih 20 rakaat di setiap malamnya dan jika bulan Ramadhan itu jumlahnya 30 hari maka berarti telah melakukan shalat sunnah malam ( shalat tarawih ) 600 rakaat selama sebulan, dan dalam setiap rakaat itu ada 2 kali sujud, maka berarti dalam sebulan melakukan 1200 kali sujud. Dan jika bulan Ramadhan berjumlah 29 hari maka berarti hanya kurang sedikit dari jumlah itu, oleh sebab itulah bulan Ramadhan disebut dengan bulan 1000 sujud.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Ramadhan dihadapan kita, dan bulan Sya’ban telah bersama kita. Dan telah dijelaskan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Quds bahwa di bulan inilah turunnya firman Allah subhanahu wata’ala :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
( الأحزاب : 56 )
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi . Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. ( Al Ahzab : 56 )
Oleh sebab itu bulan Sya’ban digelari bulan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayat untuk bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini turunnya pada bulan Sya’ban, dan arah kiblat pun diberikan pada keinginan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Sya’ban, ayat mengenai kewajiban puasa Ramadhan pun turun di bulan Sya’ban, kejadian terbelahnya bulan pun pada bulan Sya’ban, dan ghazwah (perang) Bani Musthaliq serta Badr As Sughra yang kejadiannya setahun setelah perang Uhud terjadi pula pada bulan Sya’ban.
Diriwayatkan di dalam Shahihul Bukhari bahwa tidak ada satu bulan dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak berpuasa kecuali di bulan Sya’ban, dan terkadang Rasulullah berpuasa penuh selama bulan Sya’ban, kecuali hari terakhir bulan Sya’ban karena hari itu adalah hari syak. Dan sebagian ulama’ mengatakan makruh hukumnya berpuasa setelah 15 Sya’ban, namun pendapat sebagian yang lainnya memperbolehkan puasa setelah tanggal 15 Sya’ban, tetapi yang jelas adalah larangan berpuasa di hari terakhir bulan Sya’ban, karena dikhawatirkan telah masuk malam 1 Ramadhan, maka berbeda niatnya berbeda, oleh sebab itu dilarang berpuasa di hari terakhir bulan Sya’ban . Di bulan Sya’ban ini juga disunnahkan memperbanyak shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena bulan ini adalah bulan ulang tahun shalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadirin hadirat yang dimulikan Allah
Salah seorang hamba Allah bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Rasulullah menjumpainya di hari pertama bulan Sya’ban, seraya berkata: “Aku mendatangi ummatku yang masih hidup dan merindukanku dihari pertama bulan Sya’ban “, bulan Sya’ban adalah waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengunjungi ummatnya yang merindukannya, demikianlah mimpi dari seorang hamba tersebut. Para imam besar dan para shalihin pastilah selalu membuat hadiah untuk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan masing-masing dari mereka dengan caranya sendiri, ada yang dengan cara membuat shalawat, seperti Al Imam Abdul Qadir Al Jailani yang membuat shalawat untuk sang nabi dan diberi nama Shalawat Al Kubra yang panjangnya 13 halaman, sebagaimana juga sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw dan imam-imam besar lainnya pun membuat shalawat untuk sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika Al Imam Abu Hasan As Syadzili ‘alaihi rahmatullah, bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mencium bibirnya , maka Al Imam berkata : “Wahai Rasulullah apa yang membuat engkau mencium bibirku?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Aku tidak mencium bibir seseorang kecuali ia telah bershalawat kepadaku sebanyak 1000 kali di siang hari dan 1000 kali di malam hari.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa orang yang bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam…. , dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَقْرَبُكُمْ مِنِّيْ مَنْزِلَةً يَوْمَ اْلقِيَامَةِ أَكْثَرُكُمْ عَلَيَّ صَلاَةً
“Yang paling dekat denganku kelak dihari qiyamat adalah yang paling bershalawat kepadaku.” 
Maka perbanyaklah shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam atas nama cintamu kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dengan hal itu Allah akan mempermudah kita untuk membuka cinta kehadirat-Nya, Sang Maha berhak dirindukan dari semua yang dirindukan, Allah subhanahu wata’ala . Maka muncullah para imam besar dengan kemuliaan-kemuliaan tuntunan mereka.
Selanjutnya saya akan menjelaskan masalah kredit Islami, dan tempat kreditnya pun dimana saja juga bisa, mungkin kredit motor, mobil atau rumah dan yang lainnya, cara yang sangat mudah adalah dengan cara dimana disaat akad janganlah menandatangani atau menyebut-nyebut persentase bunga, sebagai contoh misalnya harga suatu barang jika dibayar cash adalah 10 juta, dan jika dengan kredit harganya 15 juta, maka jangan sebut-sebut lagi masalah kredit namun cukup dengan mengatakan , misalnya: “saya beli motor ini seharga 15 juta, dengan angsuran pertama sekian, da setiap bulannya saya akan membayar dengan jumlah sekian, dan jika saya terlambat dalam pembayaran maka saya akan membayar denda dengan jumlah sekian”, tanpa harus menyebutkan atau menandatangani persentase bunga, karena jika hal demikian dilakukan maka telah terjebak dalam riba. Dan ada banyak pertanyaan tentang pegadaian, pegadaian itu hukumnya riba, maka jauhilah hal ini karena itu akan mencekik atau mengurangi keberkahan harta kita, maka jauhilah hal-hal yang dapat menyusahkan kita di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya kita berdzikir bersama, setelah itu kita akan melakukan tahlil singkat untuk menantu guru mulia Al kita yang telah wafat, sayyid Abdullah bin Isma’il As Saqqaf, kemudian qasidah penutup dan diakhiri dengan shalat ghaib yang di imami oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Baqir Al Atthas.

Jadwal Shalat Indonesia

Jadwal Shalat Indonesia