كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى نَحْوَ
بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا وَكَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يُوَجَّهَ
إِلَى الْكَعْبَةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ { قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ
فِي السَّمَاءِ }
(صحيح البخاري)
“Dan bahwasanya Rasulullah
SAW shalat menghadap Baitul Maqdis, selama 16 atau 17 bulan (sebagian
pendapat mengatakan yang dimaksud 16,5 bulan di Madinah), dan Rasulullah
SAW menginginkan shalat menghadap Ka’bah, maka Allah turunkan: KAMI
(Aku) TELAH MELIHAT PANDANGANMU (wahai Muhammad SAW) SELALU MENANTI
KABAR DARI LANGIT (wahyu). (dst hingga akhir ayat). QS Albaqarah 144)
(Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ
قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu
wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha mengundang kita kepada keluhuran
sepanjang waktu dan saat untuk terus semakin dekat kepada kasih
sayang-Nya. Cahaya kerinduan Yang Maha Abadi menanti hamba-hamba yang
merindukan-Nya. Cahaya kerinduan Yang Maha Luhur menanti jiwa yang
berpijar dengan cinta kepada-Nya. Cahaya kerinduan Yang Maha Indah
menanti air mata doa-doa hamba-Nya, semoga aku dan kalian diterangi
dengan cahaya kerinduan Allah subhanahu wata’ala, sanubari kita,
pemikiran kita, hari-hari kita, seluruh jasad kita, semua panca indera
kita dan seluruh kehidupan dan kematian kita berada di dalam cahaya
kerinduan Allah subhaanahu wata’ala. Cahaya kerinduan Allah berpijar
pada hati semua hamba dengan munculnya Sayyidina Muhammad Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagai simbol cahaya kerinduan Ilahi,
sebagai simbol cahaya yang sangat dicintai oleh hamba, yang dengan
mencintai beliau maka sempurnalah iman para hamba Allah, sebagaimana
sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Belum sempurna iman salah
seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya dari ayah ibunya,
anaknya, dan seluruh manusia”
Dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“ Belum sempurna iman salah
seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya dari dirinya
sendiri, keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia ”
Maka dengan mencintai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dari kecintaan kepada seluruh makhluk
maka jadilah kecintaan kita kepada keluarga, ayah dan bunda, kepada
harta dan semua yang kita miliki, kesemuanya berada dalam naungan
keridhaan Allah subhanahu wata’ala sehingga tidak melampaui batas dan
dijaga oleh Allah, karena telah dinaungi dengan cinta Sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, ayah bundanya dinaungi oleh cinta
sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, anak-anak dan semua
keluarganya dinaungi dengan cinta sayyidina Muhammad, dan hartanya pun
dinaungi oleh cinta sayyidina Muhammad.
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ
قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
( البقرة : 144 )
“Sungguh Kami (sering)
melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan
kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari
apa yang mereka kerjakan.” ( QS: Al Baqarah : 144 )
Ayat ini turun di bulan Sya’ban Al
Mubaarak, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah
menginginkan kiblat untuk diarahkan ke Ka’bah tapi beliau selama di
Madinah tetap mengarahkan kiblat ke Baitul Maqdis, maka ketika itu
turunlah ayat tersebut.
Allah berfirman :
Allah berfirman :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”
Kalimat “Kami” bermakna “Aku”, namun
kalimat “kami” bermakna untuk memuliakan, sebagaimana dijelaskan oleh
para ahli bahasa bahwa tidak ada satu pun kalimat subjek dari semua
bahasa yang pantas untuk Allah subhanahu wata’ala, oleh sebab itu di
dalam Al Qur’an terkadang Allah subhanahu wata’ala mengatakan dengan
kalimat أنا ( Aku ), terkadang juga mengatakan dengan kalimat نحن ( Kami ), dan terkadang mengatakan dengan kalimat هو
(Dia) untuk Dzat-Nya, karena tidak ada ada satu pun kalimat yang layak
untuk Dzat Allah subhanahu wata’ala, karena Allah tidak bisa disamakan
dengan makhluk. Jika seandainya Allah hanya memakai dhamir (kata ganti) أنا (Aku) untuk Dzat-Nya maka manusia tidak boleh menggunakan kalimat أنا
(aku) karena telah digunakan tunggal untuk Allah subhanahu wata’ala
maka manusia tidak boleh menyamai Allah. Dan jika Allah hanya
menggunakan kalimat نحن (kami) saja untuk dzat-Nya
maka kalimat itu tidak boleh juga dipakai oleh manusia, dan jika Allah
subhanahu wata’ala hanya menggunakan kalimat هو (dia)
saja untuk menyebutkan dzat-Nya maka manusia tidak boleh menggunakan
kalimat itu, oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menggunakan ketiga
kata ganti tersebut, sesekali Allah menggunakan kalimat أنا ,
sebagaimana firman-Nya:
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا
“ Tiada Tuhan selain Aku ”
Dan terkadang Allah subhanahu wata’ala menggunakan kalimat نحن (Kami), sebagaimana firman-Nya:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”
Allah mengetahui jwa sang nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam yang menginginkan kiblat diarahkan ke
Ka’bah, maka Allah subhanahu wata’ala menjawabnya :
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
“maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai”.
Allah memberi kebebasan kepada nabi
Muhammad untuk memilih kiblat untuk ummatnya, baik itu ke Bait Al Maqdis
atau ke Ka’bah, maka nabi Muhammad menghadap dan memilih kiblat ke
Ka’bah. Meskipun sebenarnya Allah telah mengetahui bahwa kiblat itu akan
diarahkan ke Ka’bah, namun demikian Allah subhanahu wata’ala ingin
menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya bahwa betapa cintanya Allah subhanahu
wata’ala kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
sampai-sampai arah kiblat pun Allah tawarkan kepada nabi Muhammad untuk
memilih kiblat yang diridhai dan Allah merestui kiblat yang dipilih oleh
nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam .
Kalimat pengagungan dari Allah subhanahu
wata’ala kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dimunculkan
dalam Al qur’anul Karim adalah sebagai tanda bahwa Allah subhanahu
wata’ala sangat mencintai dan memuliakan nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
ciptaan Allah, namun Allah menginginkan hamba-hamba-Nya mencintai dan
memuliakan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam , sebagaimana Allah
memerintahkan malaikat dan iblis untuk bersujud kepada nabi Adam As,
maka bukan berarti nabi Adam As adalah tuhan kedua yang harus di sujudi,
namun perintah Allah dengan bersujudnya malaikat kepada nabi Adam AS di
saat itu adalah ibadah malaikat adalah merupakan ibadah kepada Allah
subhanahu wata’ala dan bukan ibadah kepada nabi Adam As, akan tetapi hal
itu ditolak oleh Iblis.
Maka mereka yang menolak untuk memuliakan
nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berhati-hatilah karena bisa
wafat dalam keadaan su’ul khatimah, semoga mereka yang belum memahaminya
dilimpahi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala. Ayat ini turun di
bulan Sya’ban Al Mukarram, dan banyak lagi kejadian-kejadian agung yang
terjadi di bulan Sya’ban, firman Allah subhanahu wata’ala :
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
( القمر : 1 )
“Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan “. ( QS: Al Qamar : 1 )
Dan kejadian yang disebutkan dalam ayat
itu pun terjadi pada bulan Sya’ban. Di saat nabi belum hijrah dan ketika
beliau memanggil bulan maka bulan itu pun datang, semakin dekat dan
semakin besar dan membesar, hingga nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam memberikan isyarat dengan telunjuknya agar bulan tetap pada
tempatnya kemudian terbelah, maka bulan itu pun terbelah menjadi 2, yang
satu sisi berada di atas gunung dan satu sisi lainnya berada di atas
gunung yang lain, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan bulan itu untuk menyatu dan kembali kepada tempatnya,
bulan pun menuruti perintah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
yang akhirnya menyatu dan kembali kepada tempatnya. Ketika bulan itu
terbelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “saksikanlah, saksikanlah”.
Namun kuffar quraisy berkata bahwa hal itu adalah perbuatan sihir
sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika
kafilah-kafilah datang dari tempat-tempat lainnya seperti Persia dan
lainnya, setelah ditanya apakah pada suatu malam tertentu bagaimana
mereka melihat bulan, maka mereka menjawab bahwa mereka menyaksikan
bulan purnama di saat itu terbelah menjadi dua dan mendekat seakan-akan
di atas bumi Makkah, mereka yang perjalanannya menempuh 3 bulan lamanya
pun melihat di waktu itu bulan terbelah, karena perintah Allah subhanahu
wata’ala kepada bulan untuk patuh pada perintah sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kejadian itu pun terjadi di bulan
Sya’ban. Adapun kejadian lain yang terjadi di bulan Sya’ban adalah
adanya rahasia kemuliaan malam Nisfu Sya’ban, sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala :
حم ، وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ ، إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ
مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ ، فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ
حَكِيمٍ
( الدخان : 1-4 )
“Haa miim, demi Kitab (Al
Qur’an) yang menjelaskan, pada malam itu dijelaskan segala urusan yang
penuh hikmah”. ( QS: Ad Dukhaan: 1-4 )
Dimana Allah subhanahu wata’ala ingin
memisahkan ketentuan-ketentuan manusia sepanjang tahun berikutnya, hal
itu terjadi di malam Nisfu Sya’ban sebagaimana pendapat sebagian ulama’
yang mengatakan demikian dan sebagian yang lain mengatakan bahwa hal itu
terjadi di malam Lailatul Qadr. Dan para Imam salafusshalih mengatakan
bahwa ketentuan-ketentuan manusia itu ditentukan pada malam Nisfu
Sya’ban, dan InsyaAllah malam Nisfu Sya’ban yang akan datang tanggal 16
Juli 2011 kita akan mengadakan acara akbar di Monas,,dengan membaca
surah Yasin 3x dan dzikir يا الله 1000x seperti yang telah dilakukan
oleh para imam kita, dan InsyaAllah akan disertai streaming sambutan
guru mulia kita Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib Umar bin Muhammad bin
Salim bin Hafidh . Dan semoga acara itu sukses, amin.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Dan di bulan Sya’ban juga merupakan bulan dimana telah diturunkan ayat diwajibkannya puasa , sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
Dan di bulan Sya’ban juga merupakan bulan dimana telah diturunkan ayat diwajibkannya puasa , sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
( البقرة : 183 )
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. ( QS: Al Baqarah : 183 )
Adapun umat-umat sebelumnya tidaklah
berpuasa di bulan Ramadhan, banyak pendapat yang mengatakan bahwa puasa
mereka hanya beberapa hari saja dalam setahun, adapula pendapat yang
shahih mengatakan bahwa orang-orang Yahudi berpuasa di hari ‘Asyuraa (10
Muharram) namun puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan khusus hanya
untuk ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan bulan
Ramadhan itu digelari juga dengan bulan seribu sujud, karena mereka yang
melakukan shalat tarawih 20 rakaat di setiap malamnya dan jika bulan
Ramadhan itu jumlahnya 30 hari maka berarti telah melakukan shalat
sunnah malam ( shalat tarawih ) 600 rakaat selama sebulan, dan dalam
setiap rakaat itu ada 2 kali sujud, maka berarti dalam sebulan melakukan
1200 kali sujud. Dan jika bulan Ramadhan berjumlah 29 hari maka berarti
hanya kurang sedikit dari jumlah itu, oleh sebab itulah bulan Ramadhan
disebut dengan bulan 1000 sujud.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Ramadhan dihadapan kita, dan bulan Sya’ban telah bersama kita. Dan telah dijelaskan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Quds bahwa di bulan inilah turunnya firman Allah subhanahu wata’ala :
Ramadhan dihadapan kita, dan bulan Sya’ban telah bersama kita. Dan telah dijelaskan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Quds bahwa di bulan inilah turunnya firman Allah subhanahu wata’ala :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
( الأحزاب : 56 )
“Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi . Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya”. ( Al Ahzab : 56 )
Oleh sebab itu bulan Sya’ban digelari
bulan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayat untuk bershalawat
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini turunnya pada bulan
Sya’ban, dan arah kiblat pun diberikan pada keinginan nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Sya’ban, ayat mengenai kewajiban
puasa Ramadhan pun turun di bulan Sya’ban, kejadian terbelahnya bulan
pun pada bulan Sya’ban, dan ghazwah (perang) Bani Musthaliq serta Badr
As Sughra yang kejadiannya setahun setelah perang Uhud terjadi pula pada
bulan Sya’ban.
Diriwayatkan di dalam Shahihul Bukhari
bahwa tidak ada satu bulan dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam banyak berpuasa kecuali di bulan Sya’ban, dan terkadang
Rasulullah berpuasa penuh selama bulan Sya’ban, kecuali hari terakhir
bulan Sya’ban karena hari itu adalah hari syak. Dan sebagian ulama’
mengatakan makruh hukumnya berpuasa setelah 15 Sya’ban, namun pendapat
sebagian yang lainnya memperbolehkan puasa setelah tanggal 15 Sya’ban,
tetapi yang jelas adalah larangan berpuasa di hari terakhir bulan
Sya’ban, karena dikhawatirkan telah masuk malam 1 Ramadhan, maka berbeda
niatnya berbeda, oleh sebab itu dilarang berpuasa di hari terakhir
bulan Sya’ban . Di bulan Sya’ban ini juga disunnahkan memperbanyak
shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena bulan
ini adalah bulan ulang tahun shalawat kepada sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadirin hadirat yang dimulikan Allah
Salah seorang hamba Allah bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Rasulullah menjumpainya di hari pertama bulan Sya’ban, seraya berkata: “Aku mendatangi ummatku yang masih hidup dan merindukanku dihari pertama bulan Sya’ban “, bulan Sya’ban adalah waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengunjungi ummatnya yang merindukannya, demikianlah mimpi dari seorang hamba tersebut. Para imam besar dan para shalihin pastilah selalu membuat hadiah untuk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan masing-masing dari mereka dengan caranya sendiri, ada yang dengan cara membuat shalawat, seperti Al Imam Abdul Qadir Al Jailani yang membuat shalawat untuk sang nabi dan diberi nama Shalawat Al Kubra yang panjangnya 13 halaman, sebagaimana juga sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw dan imam-imam besar lainnya pun membuat shalawat untuk sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika Al Imam Abu Hasan As Syadzili ‘alaihi rahmatullah, bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mencium bibirnya , maka Al Imam berkata : “Wahai Rasulullah apa yang membuat engkau mencium bibirku?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Aku tidak mencium bibir seseorang kecuali ia telah bershalawat kepadaku sebanyak 1000 kali di siang hari dan 1000 kali di malam hari.”
Salah seorang hamba Allah bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Rasulullah menjumpainya di hari pertama bulan Sya’ban, seraya berkata: “Aku mendatangi ummatku yang masih hidup dan merindukanku dihari pertama bulan Sya’ban “, bulan Sya’ban adalah waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengunjungi ummatnya yang merindukannya, demikianlah mimpi dari seorang hamba tersebut. Para imam besar dan para shalihin pastilah selalu membuat hadiah untuk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan masing-masing dari mereka dengan caranya sendiri, ada yang dengan cara membuat shalawat, seperti Al Imam Abdul Qadir Al Jailani yang membuat shalawat untuk sang nabi dan diberi nama Shalawat Al Kubra yang panjangnya 13 halaman, sebagaimana juga sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw dan imam-imam besar lainnya pun membuat shalawat untuk sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika Al Imam Abu Hasan As Syadzili ‘alaihi rahmatullah, bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mencium bibirnya , maka Al Imam berkata : “Wahai Rasulullah apa yang membuat engkau mencium bibirku?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Aku tidak mencium bibir seseorang kecuali ia telah bershalawat kepadaku sebanyak 1000 kali di siang hari dan 1000 kali di malam hari.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda bahwa orang yang bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam…. , dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَقْرَبُكُمْ مِنِّيْ مَنْزِلَةً يَوْمَ اْلقِيَامَةِ أَكْثَرُكُمْ عَلَيَّ صَلاَةً
“Yang paling dekat denganku kelak dihari qiyamat adalah yang paling bershalawat kepadaku.”
Maka perbanyaklah shalawat kepada nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam atas nama cintamu kepada nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dengan hal itu Allah akan
mempermudah kita untuk membuka cinta kehadirat-Nya, Sang Maha berhak
dirindukan dari semua yang dirindukan, Allah subhanahu wata’ala . Maka
muncullah para imam besar dengan kemuliaan-kemuliaan tuntunan mereka.
Selanjutnya saya akan menjelaskan masalah
kredit Islami, dan tempat kreditnya pun dimana saja juga bisa, mungkin
kredit motor, mobil atau rumah dan yang lainnya, cara yang sangat mudah
adalah dengan cara dimana disaat akad janganlah menandatangani atau
menyebut-nyebut persentase bunga, sebagai contoh misalnya harga suatu
barang jika dibayar cash adalah 10 juta, dan jika dengan kredit harganya
15 juta, maka jangan sebut-sebut lagi masalah kredit namun cukup dengan
mengatakan , misalnya: “saya beli motor ini seharga 15 juta, dengan
angsuran pertama sekian, da setiap bulannya saya akan membayar dengan
jumlah sekian, dan jika saya terlambat dalam pembayaran maka saya akan
membayar denda dengan jumlah sekian”, tanpa harus menyebutkan atau
menandatangani persentase bunga, karena jika hal demikian dilakukan maka
telah terjebak dalam riba. Dan ada banyak pertanyaan tentang pegadaian,
pegadaian itu hukumnya riba, maka jauhilah hal ini karena itu akan
mencekik atau mengurangi keberkahan harta kita, maka jauhilah hal-hal
yang dapat menyusahkan kita di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya kita berdzikir bersama,
setelah itu kita akan melakukan tahlil singkat untuk menantu guru mulia
Al kita yang telah wafat, sayyid Abdullah bin Isma’il As Saqqaf,
kemudian qasidah penutup dan diakhiri dengan shalat ghaib yang di imami
oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Baqir Al Atthas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar